Pages

Kamis, 22 Desember 2011

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

SATUAN PENDIDIKAN : MAN PEMALANG
KELAS : XI
PROGRAM : IPS
MATA PELAJARAN : SOSIOLOGI
JUMLAH PERTEMUAN : 1X PERTEMUAN

A. STANDAR KOMPETENSI
     Memahami Struktur Sosial Serta Berbagai Faktor Penyebab Konflik dan Mobilitas Sosial
B. KOMPETENSI DASAR
     Mendeskripsikan Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Fenomena Kehidupan Masyarakat
C. INDIKATOR
     - Menjelaskan dampak positif dan negative stratifikasi sosial
     - Mendeskripsikan berbagai pengaruh deferensiasi dan stratifikasi sosial yang ada di masyarakat
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
     - Siswa dapat menjelaskan dampak positif dan negative stratifikasi sosial
     - Siswa dapat mendeskripsikan berbagai pengaruh diferensiasi dan stratifikasi sosial yang terdapat di masyarakat E. MATERI PEMBELAJARAN
    - Konsekuensi atau Dampak Stratifikasi Sosial
    - Pengaruh Diferensiasi
    - Pengaruh Stratifikasi Sosial
F. ALOKASI WAKTU
    2 X 45 Menit (90 menit)
G. MODEL PEMBELAJARAN
     Menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share
H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
    1. Pendahuluan
        Memeriksa kehadiran siswa, kerapian dan kebersihan kelas.

        a. Apersepsi: guru memulai pelajaran dengan menanyakan materi sebelumnya yang telah dipelajari
        b. Motivasi: Guru menyampaikan pentingnya mempelajari berbagai dampak stratifikasi sosial serta  pengaruh diferensiasi dan stratifikasi sosial
       c. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran
       d. Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
    2. Kegiatan Inti
       a. Eksplorasi
        - Siswa dengan rasa tanggung jawab mendengarkan penjelasan dari guru tentang dampak dari stratifikasi sosial serta pengaruh deferensiasi dan stratifikasi sosial
      b. Elaborasi
       - Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, kemudian bekerjasama mendiskusikan dampak stratifikasi sosial, contoh bentuk-bentuk pengaruh diferensiasi dan stratifikaasi sosial yang telah dijelaskan guru
         - Siswa membacakan hasil diskusinya di depan kelas dan guru membuat kesimpulan
     c. Konfirmasi
        Guru member kesempatan kepada siswa untuk bertanya berkaitan deengan materi yang sudah diajarkan 
  3. Penutup
    a. Member post test kepada siswa secara random untuk menggugah kembali ingatan materi yang telah dipelajari
     b. Menyimpulkan materi yang telah dipelajari
I. Metode Pembelajaran
   1. Informasi
   2. Kerja mandiri
   3. Bermain peran
   4. Tugas mandiri 
J. Media Pembelajaran
   Berbagai gambar dampak diferensiasi sosial
   Berbagai gambar pengaruh diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial
K. Sumber Bahan
   1. Buku materi sosiologi 2, KBK, Tim Sosiologi, Yudistira
   2. Buku LKS untuk siswa
   3. Sosiologi suatu pengantar, Soeryono Soekanto
   4. Gambar – gambar yang relevan
   5. Artikel – artikel ( internet, majalah, koran dsb)
L. Penilaian
   1. Penilaian tugas Individu Jumlah jawaban yang benar x 10
   2. Penilaian dalam proses pembelajaran


                                                                                             Mengetahui Semarang, 13 Desember 2011
   Kepala Sekolah Guru Bidang Studi

   Drs. Totok Rochana, MSi                                                  Khoirunnisa, S.Pd
   NIP                                                                                   NIM 3401409034

Lampiran 1
Bahan Ajar


Dampak Positif dan Negatif Stratifikasi Sosial
1. Dampak positif Stratifikasi Sosial
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan. Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.
Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya dihindari. Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada yang lain maka akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Mewah tidaknya kendraan dan banyaknya kendaraa pribadi yang dimiliki menempatkan pemiliknya pada status social yang lebih tinggi.
2. Dampak negativ Stratifikasi Sosial
pada aspek negative ada tiga dampak negative stratifikasi social
1. konflik antar kelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas.
Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
2. konflik antar kelompok social
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologo, profesi, agama, suku,dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar.
3. konflik antargenerasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.
Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.

Pengaruh Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Fenomena Kehidupan Masyarakat
1. Pengaruh Diferensiasi Sosial
Kemajemukan sosial atau diferensiasi sosial dalam masyarakat akan membawa pengaruh, baik yangbersifat positif maupun negative. Diantaranya adalah paham
a. Primodialisme
Primodialisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kelompoknya lebih baik disbanding dengan kelompok lain. Segi positif dari paham ini adalah dapat mengikat dan mempererat dan memperkuat ikatan suatu kelompok terutama dalam menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan segi negatifnya adalah membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap kelompok lain yang tidak sepaham atau tidak sama dengan kelompoknya. Hal tersebut rawan terhadap munculnya konflik sosial.
b. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah suatu sikap atau paham yang menganggap budaya masyarakatnya lebih tinggi disbanding dengan budaya masyarakat lain. Seperti halnya primodialisme, etnosentrisme dapat menjadikan ikatan kelompoknya senakin kuat bahkan dapat menimbulkan semangat kebangsaan atau semangat patriotisme. Namun, disisi lain dapat menimbulkan konflik antar golongan atau kebudayaan.
c. Sektarian (Politik Aliran)
Sektarian atau politik aliran merupakan keadaan dimana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sejumlah organisasi massa (ormas) baik formal tau informal yang mengikutinya dan biasanya beradasarkan ideology yang sama. Misal, parol PKB dikelilingi oleh ormas-ormas NU

2. Pengaruh Stratifikasi Sosial
Konsekuensi stratifikasi sosial menyebabkan adanya perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam strata sosial tertentu berdasarkan kekuasaan, privilise dan prestise. Perbedaan sikap tersebut tercermin dari gaya hidup seseorang sesuai dengan strata sosialnya. Pola gaya tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, tempat tinggal, cara berbicara, pemilihan tempat pendidikan, hobi dan rekreasi.
a. Cara Berpakaian
b. Tempat tinggal
c. Cara berbicara
d. Pendidikan
e. Kegemaran dan rekreasi
Read More..

Selasa, 13 Desember 2011

PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

Gagasan dasar tentang Pendidikan Karakter secara umum sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru bagi pembentukan watak di Indonesia. Pendidikan modern Indonesia tempo dulu yang dikenal seperti R.A Kartini, Ki Hajar Dewantoro, Soekarno-Hatta, Tan Malaka, Moh. Natsir, telah berdaya upaya untuk menerapkan Semangat Pendidikan Karakter sebagai sarana untuk membentuk watak dan identitas bangsa Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka Soekarno menyatakan tidak ada kemerdekaan jika dalam mentalitas bangsa tidak ada semangat dan kemauan untuk merdekaInilah cita-cita besar Soekarno menggembleng rakyat, membangun karakter bangsa untuk meraih Indonesia merdeka. Pemikiran Soekarno berlanjut dengan mendasari Negara Kesatuan Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini dengan falsafah pancasila.
Tercatat dalam kurikulum Indonesia mata pelajaran yang diarahkan untuk pembinaan karakter anak didik seperti berikut:
1. Pendidikan Agama. Kebenaran yang bersumber dari wahyu bertujuan membangun manusia religius
2. Pendidikan Moral Pancasila (PMP) bertujuan membangun karakter bangsa yang mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan daya penalarannya
3. Civic, mata pelajaran tentang kewarganegaraan yang bertujuan untuk mendidik menjadi warga Negara yang tahu hak dan kewajibannya terhadap Negara
4. Sejarah, guru sejarah yang peduli pendidikan karakter berupaya mengintegrasikan pembangunan karakter dalam mata pelajaran yang diampunya dengan cara menunjukkan contoh perilaku pahlawan yang berjuang untuk mempertahankan martabat dan kedaulatan bangasa
5. Pembelajaran sastra, dapat membentuk watak seseorang, siapapun dapat membangun watak melalui ekspresi sastra
6. Pendidikan Budi Pekerti, adakalanya menjadi mata pelajaran khusus, mata pelajaran ini bertujuan untuk berlaku sopan santun dan menghargai perasaan orang lain
7. Filsafat Ilmu, di perguruan tinggi mata kuliah ini diajarkan untuk membangun kemampuan bernalar dan sikap ilmiah
Namun harus diakui bahwa pendidikan karakter belum ditangani hampir semua mata pelajaran sampai saat ini mengevaluasi kompetensi kognitif., sedangkan evaluasi karakter (afektif) belum dikelola secara sungguh-sungguh. Dengan terabaikannya pendidikan karakter ini banyak keluhan, hujatan, ketidakpuasaan, ditujukkan pada sistem pendidikan kita.
Strategi pembinaan karakter, perlu didukung oleh tiga pilar, yakni orang tua, sekolah dan lingkungan. Dalam konteks tersebut budaya paternalistic bisa dijadikan acuan, yakni orang yang lebih tua disegani oleh yang lebih muda. Melalui peran orang tua dan guru yang berwibawa, pendidikan karakter dapat ditanamkan.

Sumber: Khan, D. Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing
Read More..

Kamis, 08 Desember 2011

PERAN BADAN REINTEGRASI DAMAI ACEH (BRDA) DALAM PROSES DISARMAMENT, DEMOBILIZATION, DAN REINTEGRASI (DDR) DI ACEH PASCA PERJANJIAN HELSINKI 2005

Gempa bumi dan tsunami di Aceh sepertinya mempunyai dampak pada konflik RI dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), dengan dimulainya kembali upaya perdamaian diantara kedua belah pihak. Setelah pemerintah melakukan perlawanan terhadap GAM, dan mereka mengaku kalah, maka mereka menandatangani MoU Damai antara Pemerintah RI dan GAM 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Pasca MoU atau nota kesepahaman Helsinki, Aceh baru, menjadi barang jualan baru di Aceh. Dari diskusi-diskusi publik, dokumen tender kontraktor, pamflet, poster, pidato-pidato di instansi pemerintah hingga ceramah di masjid dan meunasah. Seakan Aceh Baru sudah dekat, tinggal selangkah lagi semua pihak bisa menghirup udara damai yang abadi. Tanpa letusan senjata, tentunya.
Pihak-pihak dalam konflik seringkali membutuhkan bantuan dari pihak ketiga, yang bisa memberikan latar dimana para pihak yang berselisih dapat bertemu, dan latar tersebut sesuai dengan persetujuan dan permintaan kedua pihak. Pihak ketiga ini diharapkan dapat memicu timbulnya komunikasi (kadang-kadang berperan sebagai utusan yang menyampaikan pesan antara pihak-pihak yang berselisih), membuat usulan prosedur, menterjemahkan keluhan-keluhan ke dalam pernyataan konkrit, membantu pihak-pihak yang berselisih mendefinisikan masalah mereka, menyusun agenda, membuat saran-saran terhadap isu-isu substantif, dan memberikan alternatif solusi yang integratif.
Meskipun solusi yang diusahakan dan dibuat oleh pihak ketiga, namun kekuasaan untuk menolak dan menerima hasilnya diserahkan pada pihak yang berselisih. Sebagai konsekuensinya, pihak ketiga hendaknya hanya melakukan intervensi seperlunya saja, tidak lebih, dan secepat mungkin segera menarik diri. Kapan dan bilamana mereka harus menarik diri sebagian besar tergantung oleh komunikasi alamiah antar pihak yang berselisih, dan tingkat kepercayaan dan empati yang mereka bangun satu sama lain. Sasaran dari pihak ketiga tidak sesederhana hanya mencari solusi yang bisa diterapkan, tetapi mereka juga harus memikirkan cara untuk menerapkan solusi itu, supaya pihak yang berselisih merasa solusi tersebut untuk mereka, bukan untuk pihak ketiga.
Masalah lain yang muncul berkaitan program Reintegrasi, yang merupakan lanjutan dari proses disarmament (pelucutan senjata) dan demobilization (penarikan pasukan) TNI maupun kombatan GAM dari pos-pos mereka. Untuk merealisasikan proses reintegrasi ini maka dibentuk Badan Reintegrasi Aceh (BRA) yang kemudian berubah nama menjadi Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRDA).
Dalam kasus GAM, dukungan internasional terhadap GAM relatif lemah dibandingkan dengan dukungan internasional terhadap RI. Mayoritas negara mendukung Indonesia, bahkan Negara yang tadinya merupakan tempat latihan GAM, juga mengemukakan dukungannya atas integritas Indonesia. Berbagai upaya reintegrasi dilakukan oleh pemerintah, upaya reintegrasi berupa penyaluran dana reintegrasi dan tanah pertanian kepada eks kombatan GAM. Namun, kendala muncul dimekanisme penyaluran dana reintegrasi kepada eks kombatan GAM. Pemerintah dan lembaga donor internasional inginkan mekanisme yang transparan agar dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan GAM melihat dari sisi keamanan, yaitu menjaga kerahasiaan nama-nama eks pasukannya. Perdamaian yang tercapai antara GAM dengan pemerintah RI menyisakan permasalahan para eks kombatan GAM. Para pejuang ini tidak mungkin keluar dari Aceh, melainkan mereka harus menyatu dengan masyarakat. Mereka juga tidak mungkin lagi untuk mengangkat senjata, kerana Aceh tetap menjadi anggota RI. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji tentang proses reintegrasi eks kombatan GAM ke masyarakat sebagai bagian dari proses perdamaian yang langgeng di Aceh.
Operasi militer akan membawa beberapa implikasi yang bisa diprediksikan. Dalam analisa ini akan dilihat dua implikasi yang signifikan yaitu: implikasi politik dan implikasi sosial, serta pelanggaran hukum humaniter dalam pelaksanaan operasi militer. Implikasi Politik ada dua hal penting yang bisa mengakibatkan negatif dari operasi militer secara politik, operasi militer akan membuat semakin hilangnya kepercayaan rakyat Aceh terhadap pemerintah Republik Indonesia. Setelah dicabutnya status Daerah Operasi Militer (DOM), pemerintah tidak serta-merta meninggalkan kebijakan operasi militer dalam menangani persoalan di Aceh, melainkan memecahnya ke dalam berbagai operasi militer seperti Operasi Wibawa, Operasi Sadar Rencong, Operasi Meunasah, Operasi Pemulihan Keamanan Aceh dan kemudian akan disusul Operasi Terpadu yang sekarang sedang disiapkan. Kedua, operasi militer akan mempengaruhi politik regional di Asia Tenggara, karena akan menyebabkan sejumlah pengungsi yang mungkin akan mengungsi ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand atau Singapura sebagaimana yang terjadi pada masa DOM dan sesudahnya. Persoalan pengungsi Aceh di Malaysia merupakan persoalan yang cukup rumit antara pemerintah RI dan pemerintah Malaysia, yang sampai saat ini masih berlangsung.
Program reintegrasi yang dicanangkan oleh BRDA ternyata kurang optimal, hal ini dikarenakan kelemahan aspek hukum dan budget BRDA. Yang pertama, BRDA mendorong pemerintah pusat untuk mengubah hukum pembentukan BRDA itu sendiri, menurut presiden bahwa BRDA lembaga yang diberi mandate untuk mengelola program reintegrasi Aceh. Kedua, sebagai konsekuensi logis dari perubahan paying hukum, BRDA harus memiliki hak untuk mengelola anggaran sendiri. Ketiga, BRDA bersama dengan berbagai stakeholder, termasuk lembaga donor yang sangat berkepentingan dengan proses reintegrasi segera menyelasaikan cetak-biru perdamaian dan pembangunan Aceh.

Menganalisis Hubungan Konflik di Aceh dengan Teori Konflik
Ritzer (1992) menjelaskan bahwa ide pokok tentang konflik pada intinya dapat terbagi menjadi tiga pikiran besar : (1) bahwa masyarakat selalu berada dalam proses perubahan yang ditandai adanya pertentangan terus menerus diantara unsur-unsurnya. (2) setiap elemen akan memberikan sumbangan pada disintegrasi sosial. (3) keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu disebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Sedangkan teori struktural yang ditentang oleh teori konflik mengandung pula tiga pemikiran utama : (1) bahwa masyarakat berada pada kondisi statis, atau tepatnya berada pada kondisi keseimbangan. (2) setiap elemen atau institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas. (3) anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum.
Pengertian konflik, sebagaimana dikemukakan Lewis A.Coser (1972) bahwa: “konflik sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka”. Lebih lanjut, Coser mengemukakan bahwa konflik dapat bersifat fungsional secara positif maupun negatif. Fungsional positif, apabila konflik tersebut berdampak memperkuat kelompok, sebaliknya bersifat negatif bila bergerak melawan struktur atau bertentangan dengan nilai-nilai utama. Sementara itu Beebe & Masterson (1994) menyatakan konflik hanya mempunyai dampak negatif apabila ; (1) konflik itu menghalangi kita untuk mencapai tujuan bersama, (2) mengganggu kualitas dan produktivitas masyarakat, dan (3) mengancam kesatuan.
Dalam kehidupan sehari-hari sudah sering kita lihat gejala-gejala konflik. Misalnya konflik antara dua kawan, antara orang tua dan anak, antara suami dengan isteri, antar kelompok etnis, antar kelompok agama. Apabila kita mengamati gejala-gejala konflik seperti disebutkan, dengan cepat dapat dikenal adanya konflik antar individu dan konflik antar kelompok. Dari fakta ini konflik sebetulnya merupakan hal yang biasa karena setiap individu atau kelompok tidak dapat melepaskan dirinya dari individu atau kelompk lainnya. Sementara itu, individu atau kelompok mempunyai kepentingan, minat yang berbeda sehingga perbedaan pendapat, baik yang menyangkut tentang tujuan yang hendak dicapai, maupun yang menyangkut cara mencapai akan selalu terjadi.
Konflik adalah bagian yang wajar dari sebuah masyarakat yang sehat, tetapi yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana konflik yang terjadi dapat terkelola menjadi sebuah potensi positif bagi perubahan. Tahap akhir dari sebuah konflik mungkin merupakan fase yang paling menyulitkan terjadinya transformasi dalam sebuah proses yang sangat sulit. Menciptakan solusi-solusi yang baik dan tahan lama atas sebuah konflik yang terjadi menjadi keharusan. Meskipun konflik-konflik yang terjadi tampak berbeda satu sama lain pada dasarnya ada kesamaan isu, yaitu kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Apabila konflik dipahami seperti diuraikan diatas, maka manajemen konflik harus dilihat, pertamakali konflik yang terjadi tersebut sampai pada tindakan yang mana, kemudian diikuti dengan mengidentifikasi sebab-sebab konflik yang terjadi kemudian disusun perencanaan intervensi seperti apa yang perlu dilakukan, agar konflik menjadi unsur dinamis dalam kehidupan sosial. Pendekatan sosiologis dalam mengupas konflik yang dimaksudkan disini adalah bahwa konflik merupakan bagian kajian dari sosiologi dimana objek ilmu sosiologi adalah masyarakat dengan segala aspek-aspeknya. Dalam pendekatan ini masyarakat selalu berada dalam suatu sistem sosial. Jika masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem sosial, maka seluruh bagian-bagian dari masyarakat atau fakta sosial yang ada satu sama lain mempunyai hubungan yang sifatnya saling ketergantungan.
Konflik bisa berdampak negatif maupun berdampak positif. Konflik adalah interaksi dari beberapa keinginan dan tujuan yang berbeda dan berlawanan yang didalamnya perselisihan bisa diproses, akan tetapi tidak secara pasti diselesaikan. Dalam hal ini ada kebutuhan untuk bergeser menjauh dari berpikir mengenai penyelesaian konflik menjadi mengelola konflik.
Read More..

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PERANNYA SEBAGAI BURUH PABRIK

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembicaraan mengenai gender akhir-akhir ini semakin hangat dalam perbincangan mengenai kemajuan perkembangan kaum perempuan maupun posisi dan status perempuan dalam kesetaraan dengan kaum pria. Pada satu sisi hubungan gender menjadi suatu persoalan tersendiri, padahal secara fakta persoalan emansipasi kaum perempuan masih belum mendapat tempat yang sepenuhnya bisa diterima. Secara konsep emansipasi telah diterima akan tetapi konsekuensi dari pelaksanaan emansipasi itu sendiri masih belumlah seideal yang diharapkan.
Kaum perempuan diberi kebebasan untuk memperoleh pendidikan dan kesempatan untuk bekerja tetapi mereka tetap saja diikat dengan norma-norma patriarkhi yang relatif menghambat dan memberikan kondisi yang dilematis terhadap posisi mereka. Kaum perempuan dibolehkan bekerja dengan catatan hanya sebagai penambah pencari nafkah keluarga belum lagi kewajiban utama mengasuh anak dibebankan sepenuhnya kepada perempuan. Secara kenyataan saja emansipasi masih menemukan persoalan tersendiri, apalagi gender yang merupakan konsepsi yang sangat mengharapkan kesetaraan hubunganyang serasi dan harmonis antara kaum perempuan dengan kaum pria.
Dalam hal ini tentu saja sebelum gender itu diterima sebagai suatu konsep yang memasyarakat terlebih dahulu haruslah dipahami permasalahan emansipasi dan kesetaraan hak perempuan untuk memperoleh kesempatan dalam memperoleh pendidikan maupun dalam lingkungan dunia kerja. Persentase angkatan kerja wanita lebih kurang hanya setengah dari angkatan kerja laki-laki yang mungkin disebabkan oleh masih ada pandangan tradisional yang menganggap wanita karena kodratnya seharusnya mengurus pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak. Sedangkan laki-laki karena dianggap lebih kuat harus mampu untuk mencari nafkah untuk kepentingan seluruh anggota keluarga sehingga hal tersebut memungkinkan tenaga kerja wanita sulit masuk dalam pasar kerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa permasalahan yang akan diungkapkan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana gender dan kemiskinan?
2. Mengapa terjadi ketimpangan terhadap perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik?
3. Upaya apa yang perlu dilakukan agar keterlibatan perempuan dalam pasar kerja meningkat?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana gender dan kemiskinan.
2. Untk mengetahui mengapa erjadi ketimpangan terhadap perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang perl dilakukan agar keterlibatan perempuan dalam pasar kerja meningkat.


PEMBAHASAN
A. GENDER DAN KEMISKINAN
Secara normative UUD 1945 tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan, termasuk dalam hal memperoleh pekerjaan hal tersebut dapat dilihat dalam pasala 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “setiap waarga Negara berhak meperoleh pekerjaan yang layak”. Berdasarkan pasal diatas pada tahun 2000 jumlah angkatan kerja wanita meningkat dari jumlah angkatan kerja sebelumnya, hal tersebut menunjukkan peningkatan partisipasi perempuan.
Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum terhadap perempuan pekerja. Perlindungan terhadap pekerja perempuan tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, misalnya UU No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. UU No 1 tahun 1951 dan Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1951. Perlingdungan yang tercakup dalam UU tersebut di atas misalnya, ketentuan hari pertama dan keduan datang bulan, hal cuti melahirkan baik sebelum atau sesudahnya, hak perpanjangan cuti melahirkan dan cuti gugur kandung juga pembatasan kerja pada malam hari bagi perempuan.namun hak dan perlindungan secara normative menguntungkan perempuan itu, dalam kenyataannya seringkali tidak dijalankan. Perempuan pekerja masih kesulitan untuk memperoleh hak-haknya dan perlindungannya. Bahkan bekerja di pabriksungguh sangat tidak menguntungkan bagi perempuan, sebab buruh acapkali bekerja lebih dari 15 jam perhari yang berakibat harus pulang ke rumah lewat dari jam 21.00 yang berarti amat rawan bagi perempuan.
Partisipasi tenaga kerja wanita di Indonesia dalam dekade terakhir semakin meningkat. Namun demikian banyak studi mengungkapkan bahwa posisi tenaga wanita dalam dunia kerja masih lemah. Beberapa studi memberikan fenomena lainnya yang menunjukkan bahwa industri (khususnya agro industri) dengan teknologi rendah dan menengah paling banyak menyerap tenaga kerja wanita. Hal
ini menunjukkan industri tersebut agak tergantung pada tenaga kerja wanita untuk
pekerjaan manual yang memerlukan ketelitian dan kerapian hasil. Ketergantungan
tersebut yang menjadi kunci kekuatan tenaga kerja wanita untuk memberdayakan
dirinya yang tercermin dari kinerja tenaga kerja wanita yang cukup baik.
Kondisi yang dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa pelaksanaan hukum belum memberikan sesuatu yang menguntungkan bagi perempuan, bahkan perempuan cenderung amat dimarginalkan dan dirugikan. Terjadinya kebijakan yang bias gender ini disebabkan oleh beberapa hal, diantarnya:
1. Pandangan sosial budaya, bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah, sehingga member kesan bahwa laki-laki sebagai tenaga kerja primer.
2. Asumsi lingkungan sosial budaya yang dimanipulasi dan dilestarikan oleh majikan dan pasar, diman perempuan dipandang sebagai tenaga kerjayang cocok disektor pasar tenaga kerja sekunder yang murah.
3. Sistem kapitalisme patriarkhi yang berkembang di Indonesia.
Dengan demikian, maka agar perempuan mendapatkan hak-haknya sekaligus perlindungan hukum, perlu segera dilakukan pembenahan atas kebijakan perburuhan di Indonesia yang berpihak pada perempuan. Perubahan atas upah minimum yang mencantumkan kebutuhan khusus perempuan, penegakkan atas pelanggaran hukum perburuhan, peningkatan sumber daya manusia pekerja perempuan agar dapat bersaing secara sportif dengan laki-laki. Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implicit memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran seringkali terjadi di pabrik. Kenyataan bahwa tugas utama perempuan adalah di sektor domestik, menyebabkan saat perempuan masuk ke sektor publik sah-sah saja untuk memberikan upah lebih rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya sebagai sampingan untuk membantu suami.
Sebenarnya pihak yang diuntungkan dalam kasus diskriminasi upah adalah pemilik modal yang dapat menekan biaya produksi melalui pengurangan komponen biaya tenaga kerja. Selain persoalan upah, dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki, perempuan di sektor public menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena ideologi patriarkis yang dominan. Jika dilihat secara teliti lagi, sebenarnya telah ditemukan pokok utama permasalahan penyebab ketimpangan gender yang menimpa tenaga kerja perempuan, khususnya dalam sektor industri. Ideologi gender menimbulkan bias gender yang nantinya berwujud ketidakadilan gender, dan perempuan menjadi korban yang tidak dapat berbuat apa-apa. Jika saja pekerja tahu akan hak dan kewajibannya sebagai pekerja, dan mereka mau bersatu untuk memperjuangkannya, masalah ini dapat diatasi, tentunya dengan kerjasama berbagai pihak seperti pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Dengan melihat keadaan segmentasi pasar tenaga kerja maka kedudukan tenaga kerja perempuan sangat rendah dengan upah rendah dan tentunya mendorong kemiskinan pada pihak perempuan lebih tinggi. Apabila berbagai tingkat upah tersebut sudah terkait dalam suatu struktur tertentu, meliputi:
1. Sektoral, sebagai missal pekerjaan dengan manual atau keterampilan cocok untuk perempuan sedangkan menggunakan teknologi dan pendidikan tinggi cocok untuk laki-laki.
2. Jenis jabatan, sebagai missal kalu manager untuk laki-laki dan karyawan untuk perempuan.
3. Geografis, letak geografis pekerjaandesa-kota, missal di pedesaan sama-sama buruh tanisering dibedakan upah antara laki-laki dan perempuan.
4. Keterampilan, missal di perusahaan rokok, sudah ada image sebelumnya kalau permpuan cocok dibagian giling, linting, piket dimana dikaitkan dengan upah rendah sedangkan laki-laki cocok sebagai mandornya.
5. Seks, hanya karena perbedaan seks ini seringkali upah golongan perempuan lebih rendah daripada apa yang diterima laki-laki.
6. Ras, meskipun menurut hukum formal perbedaan upah karena ras tidak boleh terjadi namun kenyataan perbedaan tersebut masih ada.


B. KETIMPANGAN TERHADAP PEREMPUAN YANG BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK
Saat ini banyak perempuan bekerja di pabrik dan bekerja apa saja yang dapat mendatangkan penghasilan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga sebagai akibat meningkatnya kebutuhan sejalan dengan merasuknya ekonomi. Derasnya arus kaum perempuan memasuki dunia kerja meninggalkan sektor rumah tangga juga ada kaitan dengan meningkatnya pendidikan diikuti dengan perubahan sosial. Hal ini juga dibarengi dengan melonggarnya hambatan-hambatan sosial kultural yang ada selama ini. Dunia kerja diharapkan dapat merubah nasib dan memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan. Perubahan peran dari sektor domestik ke sector publik akan membuka kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang memungkinkan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam menelusuri jalan kehidupan
Namun, dalam kenyataannya pembangunan cenderung memanfaatkan pekerja perempuan sebagai alat produksi murah dalam upaya menarik investasi untuk memicu pertumbuhan ekonomi. Upah murah pekerja perempuan dipakai sebagai salah satu alat promosi untuk menarik investasi. Investasi meningkat diikuti dengan peningkatan keterlibatan perempuan di sektor publik upahan, baik dalam dan luar negeri. Investasi telah berhasil menaikkan nilai ekspor dan dapat memicu
pertumbuhan ekonomi, tetapi status pekerja perempuan tidak mengalami perubahan. Diskriminasi upah, keterbatasan jaminan sosial menyebabkan pekerja
perempuan tetap berada dalam posisi marjinal. Krisis ekonomi memperparah keadaan pekerja perempuan. Banyak pekerja perempuan kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja. Program jaring pengaman sosial yang diintrodusir pemerintah untuk membantu korban pemutusan hubungan kerja cenderung bias gender yang menguntungkan pekerja laki-laki.



C. UPAYA YANG PERLU DILAKUKAN AGAR KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PASAR KERJA MENINGKAT

Ketimpangan keterlibatan perempuan dalam pasar kerja bukan bersumberpada masalah perempuan (kualitas rendah) tetapi bersumber dari luar diri mereka (masyarakat). Pandangan bahwa kualitas sumberdaya perempuan kurang berkualitas (konstruksi sosial) dibandingkan dengan laki-laki sehingga meletakkan perempuan sebagai alat produksi yang dapat dimanfaatkan dan dapat dibayar murahdalam proses pembangunan.
Persaingan di pasar kerja perlu didasari pada azas keterbukaan dan menghindari perilaku diskriminatif. Oleh karena itu, untuk dapat bersaing secara terbuka di pasar kerja yang perlu dilakukan adalah:
1. Perempuan perlu dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Diskriminasi mendapatkan kesempatan pendidikan perlu dihilangkan dan meningkatkan ketrampilan sesuai dengankebutuhan pasar kerja.
2. Pemberdayaan perempuan mungkin dapat mencapai sasaran bila akses pada informasi, peluang kerja dan kemampuan bersaing di pasar kerja ditingkatkan.
3. Namun, program bersifat praktis di atas tidak dapat mencapai sasaran yang diharapkan bila ideologi gender yang telah dikonstruksi sejak lahir tidak dapat dihilangkan.
Program dekonstruksi ideologi gender perlu terus dilancarkan dalam berbagai bidang. Sasaran ini tidak hanya kaum perempuan tetapi juga laki-laki. Tanpa upaya ini bisa jadi perencanaan, kebijaksanaan dan program pembangunan tetap cenderung bias gender. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan perempuan bukan sekedar menjawab masalah kebutuhan praktis atau mengubah kondisi perempuan dengan pendekatan kesejahteraan melainkan menjawab masalah kebutuhan strategis kaum perempuan. Artinya, pemberdayaan kaum perempuan dengan melawan dan menghancurkan hegemoni laki-laki.
Read More..

Bahan Ajar Sosiologi

Mengapa Balita Bisa Candu 40 Rokok per Hari
VIVAnews - Perilaku anak berkiblat pada lingkungan sekitarnya, terutama orangtua. Tidak mungkin kasus Ardi, balita dua tahun asal Musi Banyuasin Sumatera Selatan yang mengalami candu rokok, muncul tanpa 'dosa' orangtua dan lingkungan sekitarnya.
Komnas PA bersama pihak terkait sedang melakukan observasi yang meliputi unsur kesehatan, kejiwaan, dan latar belakang keluarga Ardi. Observasi diperkirakan selesai dalam 2-3 hari. Selanjutnya, terapi penyembuhan dari candu dilakukan dengan melibatkan Dinas Kesehatan. "Perhatian anak akan dialihkan agar tidak mengisap rokok lagi," kata Arist.
Pemulihan juga akan melibatkan orangtua agar tidak menuruti keinginan anak untuk melanjutkan kebiasaan yang merugikan kesehatan. "Orangtua mengetahui mana yang buruk, jadi semestinya melindungi anak. Bukan justru memfasilitasi kebiasaan tersebut," katanya.
Berdasar data survei sosial ekonomi nasional terakhir pada 2004, perokok pemula di Indonesia usia 5-9 tahun meningkat empat kali lipat dalam kurun waktu 2001-2004. Mayoritas perokok pemula adalah usia remaja 15-19 tahun. Rokok bukan hanya menggerogoti kesehatan, tapi juga menghancurkan perekonomian keluarga. Bayangkan, konsumsi 40 batang rokok sehari yang dilakukan Ardi membutuhkan biaya sekitar Rp 50 ribu. Itu belum termasuk biaya dampak kesehatan yang nantinya timbul akibat rokok.
SOSIALISASI DAN RUANG LINGKUPNYA
Setiap manusia pasti melakukan sosialisasi. Sosialisasi merupakan proses seseorang mempelajari pola-pola hidup dalam masyarakat sesuai dengan norma, nilai, kebiasaan yang berlaku untuk berkembang sebagai anggota masyarakat dan sebagai individu. Dengan kata lain sosialisasi adalah proses penginternalisasian nilai dan norma dari masyarakat oleh individu.
Berdasarkan pengertian sosialisasi yang dikemukakan diatas, maka pengertian sosialisasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sosialisasi ditempuh seorang individu melalui proses belajar.
2. Sosialisasi dijalani seorang individu secara bertahap berkesinambungan, sejak ia dilahirkan hingga akhir hayatnya.
3. Sosialisasi erat kaitannya dengan enkulturasi.
Sosialisasi sangat ditentukan oleh kebudayaan suatu masyarakat. Oleh sebab itu, sosialisasi pada masyarakat yang satu berbeda dengan masyarakat yang lain. Misalnya pola pengasuhan anak pada masyarakat desa berbeda dengan pola pengasuhan anak pada masyarakat kota. Sosialisasi anak orang kaya berbeda dengan sosialisasi anak orang miskin , dan sebagainya.
Sosialisasi juga mempunyai tujuan, tujuan sosialisasi tersebut adalah:
1. Memberikan keterampilan kepada seseorang untuk dapat bermasyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara efektif.
3. Membuat seseorang mampu mengembalikan fungsi organic melalui latihan intropeksi.
4. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai tugas pokok dalam masyarakat.


A. Sosialisai Merupakan Suatu Proses yang Berlangsung Sepanjang Hayat

Dalam kaitan inilah para ahli menggolongkan sosialisasi menjadi dua macam, yaitu:
a. Sosialisasi primer
Sosialisai primer dilakukan seorang individu di lingkungan keluarga, sehingga ia mengenal ayah, ibu, kakak, adik, nenek dan lain sebagainya. Melalui proses sosialisasi dilingkungan keluarga seorang individu mulai mengenal dan memahami nilai dan norma-norma yang berlaku yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder dilakukan individu diluar lingkungan keluarga, yaitu disekolah dan masyarakat umum. Dasar-dasar yang diperoleh dari sosialisasi primer merupakan perjalanan untuk memasuki sosialisasi sekunder. Dalam sosialisasi primer yang berperan adalah anggota keluarga, dalam sosialisasi sekunder yang berperan adalah orang lain, misalnya guru, teman, dan orang dewasa yang lain.

B. Pelaksanaan Sosialisasi

Dalam memengaruhi anak, sosialisasi dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Metode ganjaran atau hukuman.
2. Metode dedacing teaching, dimana anak diajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan melalui pembrian informasi, ceramah, dan penjelasan.
3. Metode pemberian contoh, dilakukan dengan melalui proses imitasi dan sugesti baik sadar maupun tidak sadar.



C. Penilaian Berhasil Tidaknya Sosialisasi
Ada empat criteria yang dapat digunakan untuk mengukur berhasil atau tidaknya proses sosialisasi, yaitu:
1. Kepuasan psikis
2. Efisiensi kerja
3. Gejala-gejala fisik
4. Penerimaan sosial
Apabila seseorang berhasil dalam sosialisasi, mereka akan mendapatkan kepuasaan psikis, bekerja dapat lebih efisien, gejala fisik sehat, selalu menunjukkan keceriaan, dan penerimaan sosial terhadap orang lain bersifat positif.
D. Tahap-tahap sosialisasi

Sosialisasi juga mempunyai tahap-tahap, ada tiga tahap-tahap sosialisasi, yaitu:
1. Tahap persiapan (prepatory stage)
Tahap ini merupakan tahap persiapan mengenal dunia sosial dan pemahaman tentang diri. Di sini seseorang individu belajar membentuk kepribadian melalui berbagai rangsangan yang akan diserap dan ditirunya.
2. Tahap meniru (play stage)
Meniru adalah melakukan tiruan secara sempurna yang berguna untuk menambah pengalaman dan memperoleh bermacam-macam perasaan baru melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh. Tahap nomor 1 dan 2 ini dinamakan tahap internalisasi.
3. Tahap penerimaan norma kolektif (generalized other)
Pada tahap ini seorang individu dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Individu sudah dapat mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran, adat istiadat, norma dan aturan dalam kebudayaan kelompok masyarakatnya (enkulturasi).
E. Pola-pola sosialisasi

Dalam lingkungan keluarga dikenal dua macam pola sosialisasi, yaitu:
1. Sosialisasi represif
Sosialisasi dengan cara ini menekankan penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Sosialisasi represif mempunyai cirri-ciri lain, seperti penekanan pada kepatuhan anak kepada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah pada keinginan orang tua. Misalnya pada orang tua melakukan hukuman fisik kepada anak yang dianggap tidak menaati atau mematuhi peraturan orang tua yang mengakibatkan anak tersebut cacat.
2. Sosialisasi parsipasif
Sosialisasi partisipasif adalah suatu pola sosialisasi yang meberikan apa yang diminta anak apabila berperilaku baik atau sosialisasi yang mengutamakan adanya partisipasi oleh anak. Tekanannya terletak pada interaksi anak (yang menjadi pusat sosialisasi) dan kebutuhan-kebutuhannya. Sarana sosialisasi ini yang paling ampuh adalah bahasa.

F. Jenis-jenis Agen Sosialisasi

Menurut jenisnya, agen sosialisasi dapat kita kelompokkan menjadi:
a. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer ialah sosialisasi pertama yang dilakukan individu secara alamiah. Contohnya sosialisasi dalam lingkungan keluarga.


gambar disamping adalah contoh agen sosialisasi dalam keluarga

b. Sosialisasi Sekunder
Sosialisai sekunder ialah sosialisasi diluar lingkungan keluarga, meliputi:
1. Teman Sepermainan
Teman sepermainan sangat penting dalam sosialisasi. Seorang anak belajar berinteraksi dengan orang-orang yang sebaya (peergroup).

Gambar disamping contoh agen sosialisasi. Dikelompok bermain seorang anak belajar peran dan membuat kesepakata-kesepakatan dalam kelompok.



2. Sekolah
Di sini seseorang mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajarinya baik dalam keluarga maupun dalam kelompok bermain. pendidikan formal mempersiapkannya menguasai peran-peran baru yang akan digunakan di kemudian hari manakala ai tidak lagi tergantung pada orang tuanya.


Sekolah bukan hanya gedung, sekolah juga penuh dengan seperangkat aturan. Gambar disamping anak SMA sedang mengikuti upacara bendera.
Read More..