Pages

Kamis, 08 Desember 2011

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PERANNYA SEBAGAI BURUH PABRIK

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembicaraan mengenai gender akhir-akhir ini semakin hangat dalam perbincangan mengenai kemajuan perkembangan kaum perempuan maupun posisi dan status perempuan dalam kesetaraan dengan kaum pria. Pada satu sisi hubungan gender menjadi suatu persoalan tersendiri, padahal secara fakta persoalan emansipasi kaum perempuan masih belum mendapat tempat yang sepenuhnya bisa diterima. Secara konsep emansipasi telah diterima akan tetapi konsekuensi dari pelaksanaan emansipasi itu sendiri masih belumlah seideal yang diharapkan.
Kaum perempuan diberi kebebasan untuk memperoleh pendidikan dan kesempatan untuk bekerja tetapi mereka tetap saja diikat dengan norma-norma patriarkhi yang relatif menghambat dan memberikan kondisi yang dilematis terhadap posisi mereka. Kaum perempuan dibolehkan bekerja dengan catatan hanya sebagai penambah pencari nafkah keluarga belum lagi kewajiban utama mengasuh anak dibebankan sepenuhnya kepada perempuan. Secara kenyataan saja emansipasi masih menemukan persoalan tersendiri, apalagi gender yang merupakan konsepsi yang sangat mengharapkan kesetaraan hubunganyang serasi dan harmonis antara kaum perempuan dengan kaum pria.
Dalam hal ini tentu saja sebelum gender itu diterima sebagai suatu konsep yang memasyarakat terlebih dahulu haruslah dipahami permasalahan emansipasi dan kesetaraan hak perempuan untuk memperoleh kesempatan dalam memperoleh pendidikan maupun dalam lingkungan dunia kerja. Persentase angkatan kerja wanita lebih kurang hanya setengah dari angkatan kerja laki-laki yang mungkin disebabkan oleh masih ada pandangan tradisional yang menganggap wanita karena kodratnya seharusnya mengurus pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak. Sedangkan laki-laki karena dianggap lebih kuat harus mampu untuk mencari nafkah untuk kepentingan seluruh anggota keluarga sehingga hal tersebut memungkinkan tenaga kerja wanita sulit masuk dalam pasar kerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa permasalahan yang akan diungkapkan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana gender dan kemiskinan?
2. Mengapa terjadi ketimpangan terhadap perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik?
3. Upaya apa yang perlu dilakukan agar keterlibatan perempuan dalam pasar kerja meningkat?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana gender dan kemiskinan.
2. Untk mengetahui mengapa erjadi ketimpangan terhadap perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang perl dilakukan agar keterlibatan perempuan dalam pasar kerja meningkat.


PEMBAHASAN
A. GENDER DAN KEMISKINAN
Secara normative UUD 1945 tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan, termasuk dalam hal memperoleh pekerjaan hal tersebut dapat dilihat dalam pasala 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “setiap waarga Negara berhak meperoleh pekerjaan yang layak”. Berdasarkan pasal diatas pada tahun 2000 jumlah angkatan kerja wanita meningkat dari jumlah angkatan kerja sebelumnya, hal tersebut menunjukkan peningkatan partisipasi perempuan.
Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum terhadap perempuan pekerja. Perlindungan terhadap pekerja perempuan tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, misalnya UU No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. UU No 1 tahun 1951 dan Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1951. Perlingdungan yang tercakup dalam UU tersebut di atas misalnya, ketentuan hari pertama dan keduan datang bulan, hal cuti melahirkan baik sebelum atau sesudahnya, hak perpanjangan cuti melahirkan dan cuti gugur kandung juga pembatasan kerja pada malam hari bagi perempuan.namun hak dan perlindungan secara normative menguntungkan perempuan itu, dalam kenyataannya seringkali tidak dijalankan. Perempuan pekerja masih kesulitan untuk memperoleh hak-haknya dan perlindungannya. Bahkan bekerja di pabriksungguh sangat tidak menguntungkan bagi perempuan, sebab buruh acapkali bekerja lebih dari 15 jam perhari yang berakibat harus pulang ke rumah lewat dari jam 21.00 yang berarti amat rawan bagi perempuan.
Partisipasi tenaga kerja wanita di Indonesia dalam dekade terakhir semakin meningkat. Namun demikian banyak studi mengungkapkan bahwa posisi tenaga wanita dalam dunia kerja masih lemah. Beberapa studi memberikan fenomena lainnya yang menunjukkan bahwa industri (khususnya agro industri) dengan teknologi rendah dan menengah paling banyak menyerap tenaga kerja wanita. Hal
ini menunjukkan industri tersebut agak tergantung pada tenaga kerja wanita untuk
pekerjaan manual yang memerlukan ketelitian dan kerapian hasil. Ketergantungan
tersebut yang menjadi kunci kekuatan tenaga kerja wanita untuk memberdayakan
dirinya yang tercermin dari kinerja tenaga kerja wanita yang cukup baik.
Kondisi yang dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa pelaksanaan hukum belum memberikan sesuatu yang menguntungkan bagi perempuan, bahkan perempuan cenderung amat dimarginalkan dan dirugikan. Terjadinya kebijakan yang bias gender ini disebabkan oleh beberapa hal, diantarnya:
1. Pandangan sosial budaya, bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah, sehingga member kesan bahwa laki-laki sebagai tenaga kerja primer.
2. Asumsi lingkungan sosial budaya yang dimanipulasi dan dilestarikan oleh majikan dan pasar, diman perempuan dipandang sebagai tenaga kerjayang cocok disektor pasar tenaga kerja sekunder yang murah.
3. Sistem kapitalisme patriarkhi yang berkembang di Indonesia.
Dengan demikian, maka agar perempuan mendapatkan hak-haknya sekaligus perlindungan hukum, perlu segera dilakukan pembenahan atas kebijakan perburuhan di Indonesia yang berpihak pada perempuan. Perubahan atas upah minimum yang mencantumkan kebutuhan khusus perempuan, penegakkan atas pelanggaran hukum perburuhan, peningkatan sumber daya manusia pekerja perempuan agar dapat bersaing secara sportif dengan laki-laki. Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implicit memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran seringkali terjadi di pabrik. Kenyataan bahwa tugas utama perempuan adalah di sektor domestik, menyebabkan saat perempuan masuk ke sektor publik sah-sah saja untuk memberikan upah lebih rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya sebagai sampingan untuk membantu suami.
Sebenarnya pihak yang diuntungkan dalam kasus diskriminasi upah adalah pemilik modal yang dapat menekan biaya produksi melalui pengurangan komponen biaya tenaga kerja. Selain persoalan upah, dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki, perempuan di sektor public menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena ideologi patriarkis yang dominan. Jika dilihat secara teliti lagi, sebenarnya telah ditemukan pokok utama permasalahan penyebab ketimpangan gender yang menimpa tenaga kerja perempuan, khususnya dalam sektor industri. Ideologi gender menimbulkan bias gender yang nantinya berwujud ketidakadilan gender, dan perempuan menjadi korban yang tidak dapat berbuat apa-apa. Jika saja pekerja tahu akan hak dan kewajibannya sebagai pekerja, dan mereka mau bersatu untuk memperjuangkannya, masalah ini dapat diatasi, tentunya dengan kerjasama berbagai pihak seperti pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Dengan melihat keadaan segmentasi pasar tenaga kerja maka kedudukan tenaga kerja perempuan sangat rendah dengan upah rendah dan tentunya mendorong kemiskinan pada pihak perempuan lebih tinggi. Apabila berbagai tingkat upah tersebut sudah terkait dalam suatu struktur tertentu, meliputi:
1. Sektoral, sebagai missal pekerjaan dengan manual atau keterampilan cocok untuk perempuan sedangkan menggunakan teknologi dan pendidikan tinggi cocok untuk laki-laki.
2. Jenis jabatan, sebagai missal kalu manager untuk laki-laki dan karyawan untuk perempuan.
3. Geografis, letak geografis pekerjaandesa-kota, missal di pedesaan sama-sama buruh tanisering dibedakan upah antara laki-laki dan perempuan.
4. Keterampilan, missal di perusahaan rokok, sudah ada image sebelumnya kalau permpuan cocok dibagian giling, linting, piket dimana dikaitkan dengan upah rendah sedangkan laki-laki cocok sebagai mandornya.
5. Seks, hanya karena perbedaan seks ini seringkali upah golongan perempuan lebih rendah daripada apa yang diterima laki-laki.
6. Ras, meskipun menurut hukum formal perbedaan upah karena ras tidak boleh terjadi namun kenyataan perbedaan tersebut masih ada.


B. KETIMPANGAN TERHADAP PEREMPUAN YANG BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK
Saat ini banyak perempuan bekerja di pabrik dan bekerja apa saja yang dapat mendatangkan penghasilan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga sebagai akibat meningkatnya kebutuhan sejalan dengan merasuknya ekonomi. Derasnya arus kaum perempuan memasuki dunia kerja meninggalkan sektor rumah tangga juga ada kaitan dengan meningkatnya pendidikan diikuti dengan perubahan sosial. Hal ini juga dibarengi dengan melonggarnya hambatan-hambatan sosial kultural yang ada selama ini. Dunia kerja diharapkan dapat merubah nasib dan memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan. Perubahan peran dari sektor domestik ke sector publik akan membuka kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang memungkinkan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam menelusuri jalan kehidupan
Namun, dalam kenyataannya pembangunan cenderung memanfaatkan pekerja perempuan sebagai alat produksi murah dalam upaya menarik investasi untuk memicu pertumbuhan ekonomi. Upah murah pekerja perempuan dipakai sebagai salah satu alat promosi untuk menarik investasi. Investasi meningkat diikuti dengan peningkatan keterlibatan perempuan di sektor publik upahan, baik dalam dan luar negeri. Investasi telah berhasil menaikkan nilai ekspor dan dapat memicu
pertumbuhan ekonomi, tetapi status pekerja perempuan tidak mengalami perubahan. Diskriminasi upah, keterbatasan jaminan sosial menyebabkan pekerja
perempuan tetap berada dalam posisi marjinal. Krisis ekonomi memperparah keadaan pekerja perempuan. Banyak pekerja perempuan kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja. Program jaring pengaman sosial yang diintrodusir pemerintah untuk membantu korban pemutusan hubungan kerja cenderung bias gender yang menguntungkan pekerja laki-laki.



C. UPAYA YANG PERLU DILAKUKAN AGAR KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PASAR KERJA MENINGKAT

Ketimpangan keterlibatan perempuan dalam pasar kerja bukan bersumberpada masalah perempuan (kualitas rendah) tetapi bersumber dari luar diri mereka (masyarakat). Pandangan bahwa kualitas sumberdaya perempuan kurang berkualitas (konstruksi sosial) dibandingkan dengan laki-laki sehingga meletakkan perempuan sebagai alat produksi yang dapat dimanfaatkan dan dapat dibayar murahdalam proses pembangunan.
Persaingan di pasar kerja perlu didasari pada azas keterbukaan dan menghindari perilaku diskriminatif. Oleh karena itu, untuk dapat bersaing secara terbuka di pasar kerja yang perlu dilakukan adalah:
1. Perempuan perlu dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Diskriminasi mendapatkan kesempatan pendidikan perlu dihilangkan dan meningkatkan ketrampilan sesuai dengankebutuhan pasar kerja.
2. Pemberdayaan perempuan mungkin dapat mencapai sasaran bila akses pada informasi, peluang kerja dan kemampuan bersaing di pasar kerja ditingkatkan.
3. Namun, program bersifat praktis di atas tidak dapat mencapai sasaran yang diharapkan bila ideologi gender yang telah dikonstruksi sejak lahir tidak dapat dihilangkan.
Program dekonstruksi ideologi gender perlu terus dilancarkan dalam berbagai bidang. Sasaran ini tidak hanya kaum perempuan tetapi juga laki-laki. Tanpa upaya ini bisa jadi perencanaan, kebijaksanaan dan program pembangunan tetap cenderung bias gender. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan perempuan bukan sekedar menjawab masalah kebutuhan praktis atau mengubah kondisi perempuan dengan pendekatan kesejahteraan melainkan menjawab masalah kebutuhan strategis kaum perempuan. Artinya, pemberdayaan kaum perempuan dengan melawan dan menghancurkan hegemoni laki-laki.

5 komentar:

ade setiyananda mengatakan...

artikel sangat menarik karena tulisan yang dibuat sangat gencar dibicarakan akhir-akhir ini. yang perlu diperhatikan adalah dalam mengedit tulisan agar lebih mudah dipahami pembaca.

firda aprilianto mengatakan...

artikel diatas sudah cukup bagus , lebih bagus lagi jika artikel yang diposting diatas diceritakan secara ringkas dan menarik agar lebih dapat menarik minat pembaca, trima kasih

Coretan Icha mengatakan...

Terima kasih teman, masukan yang sangat bagus ^_^

Mujibatul Latifah mengatakan...

panjang sekali artikelnya kawan...
tapi sarat akan sosiologi.
sangat menarik...
ayo tetep semangat!!!
:))

Andika R.A. mengatakan...

puanjang banget ya ? maaf aku bacanya belum sampai selesai mungkin lain waktu saya lanjutkan

Posting Komentar