Pages

Selasa, 13 Desember 2011

PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

Gagasan dasar tentang Pendidikan Karakter secara umum sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru bagi pembentukan watak di Indonesia. Pendidikan modern Indonesia tempo dulu yang dikenal seperti R.A Kartini, Ki Hajar Dewantoro, Soekarno-Hatta, Tan Malaka, Moh. Natsir, telah berdaya upaya untuk menerapkan Semangat Pendidikan Karakter sebagai sarana untuk membentuk watak dan identitas bangsa Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka Soekarno menyatakan tidak ada kemerdekaan jika dalam mentalitas bangsa tidak ada semangat dan kemauan untuk merdekaInilah cita-cita besar Soekarno menggembleng rakyat, membangun karakter bangsa untuk meraih Indonesia merdeka. Pemikiran Soekarno berlanjut dengan mendasari Negara Kesatuan Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini dengan falsafah pancasila.
Tercatat dalam kurikulum Indonesia mata pelajaran yang diarahkan untuk pembinaan karakter anak didik seperti berikut:
1. Pendidikan Agama. Kebenaran yang bersumber dari wahyu bertujuan membangun manusia religius
2. Pendidikan Moral Pancasila (PMP) bertujuan membangun karakter bangsa yang mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan daya penalarannya
3. Civic, mata pelajaran tentang kewarganegaraan yang bertujuan untuk mendidik menjadi warga Negara yang tahu hak dan kewajibannya terhadap Negara
4. Sejarah, guru sejarah yang peduli pendidikan karakter berupaya mengintegrasikan pembangunan karakter dalam mata pelajaran yang diampunya dengan cara menunjukkan contoh perilaku pahlawan yang berjuang untuk mempertahankan martabat dan kedaulatan bangasa
5. Pembelajaran sastra, dapat membentuk watak seseorang, siapapun dapat membangun watak melalui ekspresi sastra
6. Pendidikan Budi Pekerti, adakalanya menjadi mata pelajaran khusus, mata pelajaran ini bertujuan untuk berlaku sopan santun dan menghargai perasaan orang lain
7. Filsafat Ilmu, di perguruan tinggi mata kuliah ini diajarkan untuk membangun kemampuan bernalar dan sikap ilmiah
Namun harus diakui bahwa pendidikan karakter belum ditangani hampir semua mata pelajaran sampai saat ini mengevaluasi kompetensi kognitif., sedangkan evaluasi karakter (afektif) belum dikelola secara sungguh-sungguh. Dengan terabaikannya pendidikan karakter ini banyak keluhan, hujatan, ketidakpuasaan, ditujukkan pada sistem pendidikan kita.
Strategi pembinaan karakter, perlu didukung oleh tiga pilar, yakni orang tua, sekolah dan lingkungan. Dalam konteks tersebut budaya paternalistic bisa dijadikan acuan, yakni orang yang lebih tua disegani oleh yang lebih muda. Melalui peran orang tua dan guru yang berwibawa, pendidikan karakter dapat ditanamkan.

Sumber: Khan, D. Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing

2 komentar:

Sociology Edu mengatakan...

Judul artikelnya menarik, ,sudah dicantumkan sumber beritanya, , akan tetapi satu halyang mungkin kurang diperhatikan ialah perataan teksnya belumbegitu rapih,dan juga ukuran fontnya terlalu kecil, ,
Tapi yang penting tetap semangat ngepostke materi-materi kawan , , ,

Jantungk_Qu Sosiologi_Qu( Lara4ngellov3) mengatakan...

setuju dengan komentar si bow bahwa penataan teksnyakurang rapi...ada baiknya diperbaiki ya kawannn....aku tunggu postingan selanjutnya...

Posting Komentar